Masuk ke Dunia Cashless E-money Dan Apa Yang Terjadi di Belakang

Aries Santoso
5 min readNov 22, 2017
Dua tipe uang elektronik, chip dan server based (bi.go.id)

Tiba-tiba terpikir bagaimana yang terjadi dibelakang produk e-money yang saat ini sedang dikampanyekan pemerintah Indonesia.

Penggunaan uang elektronik semakin digalakkan pemerintah dengan mewajibkan pembayaran menggunakan e-money disetiap pintu tol dalam kota mulai bulan Oktober lalu.

Memang dunia cashless akan lebih mudah dan praktis dibanding transaksi konvensional yang menggunakan uang fisik.

Dengan uang elektronik / e-money kita tak perlu menunggu uang kembali yang terkadang penjual tidak memiliki pecahan yang sesuai.

Tentu mempersingkat waktu saat transaksi jika mesin reader / sistem dibelakang e-money berfungsi cepat dan akurat.

Hanya butuh satu benda atau bahkan tidak ada (berupa akun digital) untuk transaksi apapun. Dompet pun akan lebih kecil dari biasanya yang terkadang dipenuhi kertas uang (buat yang suka simpan duit cash di dompetnya).

Tetapi sayang sekali, kita mungkin butuh beberapa e-money (tidak hanya satu kartu) karena masing-masing produk e-money hanya berlaku di beberapa merchant saja.

Seandainya bisa universal tentu akan lebih menguntungkan konsumen karena lebih besar manfaatnya.

Misal saat ini saya punya produk e-money Tapcash milik Bank BNI. Hanya berlaku untuk pembayaran kereta commuter line, Bus Transjakarta, Tol.

Namun belum bisa untuk transaksi di minimarket seperti Indomaret, Alfamart dll (Masih sedikit gerai yang memiliki mesin reader e-money).

Selanjutnya saya memiliki akun Gopay dan seperti yang kita tahu kalau Gopay hanya bisa untuk transaksi produk Gojek saja.

Akan lebih menarik jika bisa digunakan untuk pembayaran lainnya. Dan benar Gopay akan coba keluar dari ekosistem Gojek tahun 2018(Baca disini).

Regulator Terpanggil dan Mengawal dengan Lisensi

(source : uangteman.com)

Pernah dengar berita dimana Tokopedia yang memberhentikan top up ke Tokocash? Atau Bukadompet, Shopeepay, Grabpay.

Semua karena Bank Indonesia yang melarang mereka melanjutkan produknya demi keselamatan konsumen.

Karena bahaya juga bila terjadi penyalahgunaan uang dan akhirnya akan merugikan konsumen. Ujungnya Bank Indonesia yang disalahkan jika terjadi seperti itu.

Dengan surat edaran BI yang keluar tahun lalu mengenai Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran (PBI PTP) hingga saat ini baru 26 perusahaan yang memiliki lisensi e-money BI.

Doku, Gopay dan yang terbaru OVO menjadi startup yang termasuk didalamnya diantara Bank-Bank besar.

Dan kemungkinan akan bertambah lagi ketika BI membuka izin pendaftaran layanan digital wallet dan payment gateway.

Perlu diketahui untuk mendapatkan izin / lisensi uang elektronik BI, perusahaan diluar bank harus memiliki modal disetor minimal sebesar Rp 3Miliar.

Tentu ini bukan halangan berarti untuk startup seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee dan lainnya.

Apakah Uang Kita Tersimpan Begitu Saja Atau Digunakan Untuk Kepentingan Lain Yang Menguntungkan?

Memang Bank Indonesia telah membuat aturan tentang pengadaan uang elektronik bagi setiap perusahaan. Namun muncul di benak saya pertanyaan diatas tentang uang yang telah konsumen berikan.

Sejatinya yang saya tahu, uang yang mengendap e-money ini merupakan dana murah dan bukan menjadi DPK (Dana Pihak Ketiga) sehingga tidak bisa dimanfaatkan bank seperti penyaluran kredit untuk menghasilkan bunga untuk nasabah.

Menurut BI pun, dana e-money merupakan dana jangka pendek yang kemungkinan cepat untuk digunakan kembali oleh konsumen. Tetapi jika banyak konsumennya, tentu akan ada yang mengendap menurut saya.

Jika kredit mungkin untuk kembalinya agak lama, tetapi bisa saja bank menyalurkannya di Pasar Uang yang sehari semalam (over night) atau ditempat lainnya yang lebih cepat. Who knows?

Mungkin sebagian dari kita tidak ada yang terlalu peduli, karena hanya memakainya pun terpaksa.

Iya, jika pengguna tol saat ini mau tidak mau harus memiliki e-money atau yang sering mobilisasi dengan ojek online seperti gojek, tentu akan lebih menguntungkan jika menggunakan Gopay.

(source : cermati.com)

Tetapi bagi muslim termasuk saya, sepertinya bisa menjadi masalah ketika terkandung dana riba.

Seperti kredit, jika bank menggunakan dana mengendap e-money ini untuk kredit, maka bank akan mendapatkan keuntungan dari bunga yang ditetapkan.

Untung saja hingga saat ini, e-money belum ada yang menghasilkan bunga. Saya berharap pun tidak ada bunga yang bermain disini.

Karena jika ada bunga, saya berharap bank akan membuat produk e-money syariah seperti tabungan bank saat ini.

Namun ada yang membuat kekhawatiran selanjutnya ialah e-money semacam Gopay. Kita tahu gopay dikelola oleh Gojek untuk pembayaran multi produknya.

Mereka mengakuisisi Ponselpay milik MVCommerce. Hal tersebut menjadi langkah yang krusial untuk Gojek sendiri karena pesaingnya Grab harus rela Grabpay nya diberhentikan juga oleh BI.

Apa yang terjadi pada saldo Gopay yang mengendap? Mungkin diantara kalian sudah pernah mendapatkan isu-isu tentang haramnya menggunakan Gopay karena akad yang tidak sesuai.

Secara logis memang kita sebagai pengguna Gopay meminjamkan uang untuk dikonversi menjadi jasa layanan Gojek sama seperti membeli pulsa yang kemudian digunakan untuk menelpon, sms dan lainnya.

Tetapi yang menjadi masalah adalah ketika harga yang digunakan ketika menggunakan Gopay berbeda dengan secara cash / tunai. Hal ini menimbulkan tanya bagi saya.

Dana apakah yang digunakan sebagai kompensasi penggunaan Gopay tersebut?

Apa memang dana Gojek sendiri yang terus dibakar untuk keperluan marketing atau ternyata uang mengendap Gopay diputar ditempat lain seperti yang saya sebutkan sebelumnya seperti pasar uang atau mungkin saham?

Sampai sekarang saya masih belum tahu dana tersebut. Karena bisa saja yang terjadi adalah Gojek memutarkan uang gopay ke media yang menghasilkan bunga untuk diterapkan sebagai diskon penggunaan Gopay saat memakai jasa produk Gojek.

Jika memang seperti itu berarti Gopay tersebut mengandung riba dengan mengkonversi bunga menjadi diskon Gopay.

Saya belum menemukan di term conditions Gopay atas pengelolaan saldo Gopay. Berharap memang saldo tersebut hanya disimpan dan diskon yang selama ini ada memang uang gojek yang dibakar demi mendapatkan pengguna.

Jika diantara kalian adalah karyawan Gojek atau memegang produk Gopay ataupun manajemen dari Gojek atau yang mengetahui Gopay itu seperti apa, mungkin bisa menjawab pertanyaan saya diatas.

Kembali ke dunia cashless yang menjadi sebuah era baru metode transaksi. Uang elektronik memberikan kemudahan namun juga bisa menjadi blunder ketika infrastruktur yang belum baik dan pengelolaan uang yang belum transparan.

Semoga pihak penyelenggara uang elektronik ini bisa lebih bijak dalam mengelola dana titipan konsumen dan membuat pelayanan yang terbaik.

Terima kasih sudah membaca tulisan ini. Jangan lupa memberikan Claps dan share jika tulisan ini bermanfaat. Follow juga untuk mendapatkan update artikel menarik berikutnya. Selain itu, Kamu bisa membaca bahasan lainnya di website saya di guelagi.com.

--

--

Aries Santoso

Writer | Sharia Oriented | Startup Enthusiast | Visit my blog at ariessantoso.web.id and guelagi.com